Cara Jitu Jokowi Mencegah Korupsi, Akankah Diikuti?


Jika seorang pemimpin sudah berniat tidak korupsi, maka sistem dan kebijakan yang dibuatnya akan mencegah perilaku korupsi terjadi. Tetapi jika memang pemimpinnya ingin korupsi, maka sistem dan kebijakan anti korupsi tidak akan pernah diterapkan. Semua memang diawali dari niat seorang pemimpin (kepala daerah) untuk memperbaiki daerah yang dipimpinnya. Jika niat hati sudah baik, maka
akan tampak dari perilaku dan kebijakannya.

Dengan kata lain isi hati (inner) akan mempengaruhi tindakan (outter). Hal itulah yang terjadi ketika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membuat sistem dan kebijakan di Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI. Dasar niatnya memang tidak ingin korupsi, Jokowi pun membuat sistem dan kebijakan yang mencegah korupsi. Bisa dikatakan Jokowi sedang menerapkan sistem anti korupsi.

Sistem ini diungkapkan Jokowi saat bertemu Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo di kantor BPK, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2013) siang. Pertemuan tersebut dilaksanakan sebagai tindak lanjut upaya membersihkan Pemprov DKI dari praktik korupsi.

Dalam pertemuan itu, Jokowi menyampaikan empat sistem keuangan yang akan dimaksimalkan Pemprov DKI Jakarta. Sistem itu meliputi laporan perkembangan non cash transaction (NCT), laporan pemaksimalan syarat tax clearence, bank clearence, dan no dollar bagi pemenang tender proyek Pemprov Jakarta.

“NCT itu dalam rangka memperbaiki sistem di pemerintahan. Semuanya pakai online untuk mengurangi penyelewengan dan korupsi,” ujar Jokowi.

Jokowi memaparkan, tax clearence menjadi syarat bagi pemenang tender proyek sehingga tidak memiliki tunggakan pajak. Bank clearence dilakukan agar tidak ada utang di bank. Kalaupun ada, sistem pmbayarannya berjalan normal. Adapun no dollar mewajibkan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau badan usaha milik daerah melakukan transaksi tanpa menggunakan uang asing, tetapi memakai rupiah (kompas.com).

Empat sistem yang diterapkan oleh Jokowi bukanlah sebuah sistem baru yang perlu seorang pemikir yang brilian. Cukup niat hati ingin bersih, maka akan muncul sebuah sistem yang bersih. Secara teori, sistem yang diterapkan Jokowi ini akan mampu mengurangi perilaku politik. Sistem pembayaran dengan transfer akan membuat proses tender bisa diawasi dengan mudah. Berapa kesepakatan akan tercatat dalam sistem perbankan dan dengan mudah melakukan pengawasan.

Ketidakcocokan harga di kontrak dan transfer akan mudah untuk diketahui. Secara sistem, hal ini akan membuat Pemprov DKI semakin mudah dalam pengawasannya. Namun, tetap saja kecenderungan untuk korupsi ada jika terjadi transaksi pemenangan tender oleh para pejabat Pemprov DKI. Hal yang butuh pengawasan ekstra keras, khususnya mengawasi kekayaan dan rekening para pejabat di Pemprov DKI. Sistem ini tentu akan membuat Jokowi dengan mudah melihat realisasi anggaran dalam setiap tender. Tidak ada lagi laporan fiktif dan mark up yang terjadi karena proyek-proyek fiktif.

Karena semua sudah sistem online dan bisa dilihat transaksi yang terjadi. Peluang untuk memanipulasi laporan proyek tidak ada lagi. Sistem ini akan mampu menyelamatkan uang negara dari penyelewengan dan korupsi. Karena tidak pakai uang tunai, maka pemalsuan kuitansi atau bukti pembayaran tidak lagi bisa dilakukan. Sistem yang tidak disukai oleh pemimpin atau pejabat daerah yang suka korupsi.

Lalu akankah sistem ini juga diterapkan oleh daerah lain atau pemerintah pusat?? Semua kembali kepada pemimpinnya. Jika niatnya mau bersih pasti akan menerapkan sistem anti korupsi, jika tidak maka tidak akan pernah lahir sistem mencegah korupsi. Bukankah korupsi yang terjadi belakangan ini karena sistem pembayaran tunai yang dilakukan?? Banyak pejabat negara dan daerah yang memegang uang rupiah dan mata uang asing untuk melakukan transaksi. Ketika ditangkap KPK, maka uang ratusan juta dan miliaran rupiah tidak jarang ditemukan di kantor kementerian atau dinas.

Karena itu, jangan pernah salah memilih seorang pemimpin untuk negara dan daerah di Indonesia. Salah memilih, maka uang negara akan terus raup tanpa pernah dinikmati oleh rakyat yang membutuhkan. Kita salah memilih, 5 tahun akan mengalami penderitaan. Mari kita terus serius mengamati pemimpin yang tulus dalam pengabdian. Pemimpin yang tidak mencari keuntungan atau balik modal serta memperkaya diri setelah dipilih. Tetapi pemimpin yang akan memberikan segala-galanya untuk kemajuan negara dan daerah yang dipimpinnya.
Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel, Inspirasi, Berita dan Informasi ini telah saya Kunci, kalau Anda membutuhkannya, Silahkan Anda Komentari dan Artikel Ini akan saya Buka Kembali...
Berilah Komentar, Dan Berkomentarlah dengan Baik dan Sopan...